Selasa, 28 Februari 2017

5 Pertanyaan yang Perlu dijawab Ketika Jatuh Cinta Pada yang Berbeda Iman

 
Ilustrasi oleh Lily Elserisa
Aku telah beberapa kali menyukai laki-laki yang berbeda iman dan 2 kali berpacaran dengan mereka. Lingkungan sosialkulah yang membuatku sulit menghindar dari hubungan dengan laki-laki yang berbeda iman denganku. Aku bersekolah negeri sejak taman kanak-kanak hingga kuliah, mayoritas teman-temanku adalah muslim.

Dulu aku beranggapan bahwa tidak salah untuk jatuh cinta dengan mereka yang tidak mengenal Tuhan. Karena bukan salahku jika aku tumbuh besar di lingkungan seperti itu, kan? Aku tumbuh menjadi seorang remaja yang ingin menikmati rasanya dicintai dan mencintai, tidak ada yang bisa menghalangiku saat itu. (Baca cerita lengkapnya disini)

Hingga ketika aku berusia 17 tahun, aku mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan. Aku mengikuti sebuah retret yang akhirnya mengubah pola pikirku tentang bagaimana seharusnya aku hidup. Namun aku masih memiliki hubungan yang spesial dengan seseorang yang tidak mengenal Kristus.

Hubungan itu terus berlanjut selama 2 tahun. Tidak mudah untuk melepaskan seseorang yang waktu itu kuanggap sebagai cinta pertamaku. Namun seiring berjalannya waktu, Tuhan membentuk karakterku sedemikian rupa hingga membuatku mengerti bahwa hubungan itu tidak dapat berlanjut.

Aku mengerti bagaimana perasaan ketika jatuh cinta dengan mereka yang berbeda iman dan bagaimana sulitnya melupakan dia. Perasaan itu sungguh nyata, namun aku sadar bahwa aku tidak dapat pergi menuju kekekalan dengan terus memeliharanya.

Pertanyaan-pertanyaan di bawah inilah yang membantuku untuk merenung dan mengambil keputusan di dalam hubungan yang rumit itu. Jika kamu juga mengalami apa yang dulu pernah aku alami, semoga pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantumu juga.

Kapan terakhir kali aku melakukan saat teduh dan berdoa kepada Tuhan?

Tuhan pasti memberikan orang yang tepat jika orang itu dapat membawamu semakin dekat pada-Nya. Bagaimana dia dapat membawamu semakin bertumbuh di dalam iman jika dia tidak mempercai Yesus sebagai Sang Pemberi pertumbuhan? Tuhan tidak ingin kita berada dalam sebuah hubungan yang tetap membawa kita dalam dosa.
Ketika aku mulai belajar memiliki saat teduh setiap hari, aku ingin sekali mendiskusikannya dengan orang lain. Tapi aku tidak bisa mendiskusikannya dengan pacarku yang berbeda iman waktu itu. Ketika aku semakin memiliki waktu untuk Tuhan, aku kemudian menyadari bahwa hubungan itu tidak membawaku kemana-mana.

Mengapa aku mencintainya?

Pertanyaan ini hanya bisa dijawab dengan benar jika jawabanmu di pertanyaan pertama adalah kamu memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan melalui saat teduh dan doa setiap hari. Mengapa? Kita akan tau motivasi hati kita yang murni, ketika Tuhan menyatakannya pada kita dan pernyataan Tuhan hanya sanggup kita dengar ketika kita mau rendah hati datang kepada-Nya.

Aku bukanlah orang yang yang dengar-dengaran dengan Tuhan sebelumnya, namun ketika aku memiliki waktu merenungkan firman Tuhan setiap hari, Tuhan menyatakan bahwa dia bukanlah yang terbaik bagiku. Dan pada akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan itu, bukan dengan terpaksa tapi karena aku ingin taat kepada Tuhan.

Namun bila dirimu telah memiliki waktu saat teduh dan berdoa yang rutin, dan motivasimu adalah murni untuk mengenalkan dia pada Kristus, maka lakukanlah. Beritakan kabar keselamatan itu padanya. Tapi ingatlah bahwa tidak perlu memiliki perasaan cinta terlebih dahulu pada lawan jenis untuk memberitakan injil kepada mereka yang tidak percaya. Tuhan menginginkan kita untuk memberitakan injil kepada mereka semua yang belum percaya.

Inilah motivasi yang benar itu, ketika kamu mengasihinya karena kamu ingin nama Tuhan semakin dikenal, bukan supaya dia menjadi milikmu. Tetapi ketika dia tidak memiliki respon yang baik pada pengkabaran injilmu, maka lepaskanlah dia. Kamu sudah menabur benih, Tuhan akan mengirim orang lain untuk menyirami benih itu. Ingat bahwa hanya Dia yang mampu mengubahkan hati manusia, bukan kita.

Apakah aku memiliki waktu untuk melayani?

Tuhan mengingatkan kita dalam Ibrani 10:25 supaya kita tidak menjauhi waktu-waktu ibadah kita. Bahkan Tuhan ingin kita terlibat dalam membangun gereja-Nya (Efesus 4:16). Apakah hubunganmu dengan dia membuatmu tidak konsentrasi dalam pelayanan? Hal ini tentu saja tidak akan menjadi kesaksian yang baik bagi orang yang kita layani. Kita akan menjadi batu sandungan ketika kesaksian hidup kita tidak sesuai dengan pelayan yang tampak dari luar.

Seberapa besar kasihku pada keluargaku?

Keluarga yang dimaksud disini bukan hanya tentang keluarga kita sekarang, tetapi juga tentang keluarga kita dimasa depan. Apakah kamu cukup peduli dengan anak-anakmu dimasa depan, ketika memilih Ibu/Ayah yang bagi mereka? Bagaimana kamu ingin mereka dibesarkan, iman seperti apa yang ingin kamu tanamkan kepada mereka? Hal inilah yang membuat kita memerlukan seorang partner yang memiliki iman yang sama dengan kita, untuk membangun sebuah keluarga yang takut akan Allah bersama-sama. Jika kita mengaku mengasihi keluarga kita, kita pasti akan mempertimbangkan mulai saat ini, pilihan yang terbaik dalam memilih seorang pasangan hidup.

Apakah aku sungguh-sungguh mengasihi Tuhan?

“Aku hanya ingin bersenang-senang aku tidak akan menikahinya, aku hanya menyukainya saat ini dan itu tidak akan mempengaruhi hubunganku dengan Tuhan.”  Aku pernah mendengar perkataan itu dari seorang teman yang sedang memiliki hubungan dengan yang berbeda iman. Seharusnya kasih kepada Tuhan bukan tentang sebuah konsep perkataan, tetapi juga sebuah tindakan.

Markus 12:30 mengatakan “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” Aku mengakui tidak mudah untuk melupakan mantan pacarku yang berbeda iman, namun aku diingatkan untuk mengasihi Allah dengan segenap hati dan kekuatanku. Aku ingin mengasihi-Nya melebihi apapun meski harus mengorbankan perasaan cintaku. Pada akhirnya, aku boleh dipulihkan dari perasaan cinta itu dan dibawa kepada pengertian yang benar tentang kasih yang sejati.

Kita tidak bisa memberi apa yang tidak kita miliki. Kita tidak bisa mengasihi jika kita tidak memiliki kasih yang sejati, Tuhan Yesuslah kasih yang sejati itu. Kasih Tuhanlah yang membuatku menyadari bahwa rencana-Nya indah dalam hidupku. Dia rindu memberikan pasangan hidup yang terbaik bagiku, tetapi pertama-tama aku harus melepaskan apa yang selama ini aku genggam, yaitu perasaanku pada dia yang berbeda iman denganku. Dan aku menyadari bahwa apa yang dikatakan firmannya tentang ‘janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang tidak percaya.’ (2 Korintus 6:14) bukanlah tanpa alasan. Karena inilah yang Allah ingini, seluruh hatiku yang mengasihi-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ada saran atau kesan? Senang bisa berbagi pikiran :)

 
Share on :