2006
“Noni doain Mama, ya.” Kata Mamaku yang terbaring lemas di
atas ranjang UGD rumah sakit. Aku hanya mengangguk, lalu membawa pispot berisi
air kencing Mama ke luar, dan membuangnya ke toilet. Umurku 13 tahun waktu itu
dan baru pertama kalinya dalam hidup aku membuang air kencing. Sekembalinya aku
ke UGD, Mama sudah pindah ke ruang rawat inap. Tubuhnya sudah ditempeli
berbagai macam alat, aku memperhatikan kabel-kabel yang ada di dadanya.
Keesokan harinya, aku menerima kabar bahwa Mama sudah tiada.
“Noni doain Mama, ya...” Kalimat
terakhir yang kudengar dari Mama itu seakan menggema dibenakku. “Ma, aku sudah berdoa. Tapi sepertinya Tuhan
tidak dengar...”
2009
Selama tiga tahun aku mengabaikan Tuhan, pergi ke gereja ketika
ingat saja. Ada rasa enggan yang ketika dewasa aku baru sadari bahwa itu adalah
wujud marahku pada Tuhan. Mengapa Tuhan tidak menjawab doaku? Tuhan sepertinya sama
sekali tidak tertarik dengan hidupku.
Hingga pada saat libur kenaikan kelas, aku diajak oleh ibu
Pendeta untuk mengikuti Youth Camp, acara
retreat tahunan denominasi gerejaku. Dengan setengah hati aku mengikutinya, 4
hari 3 malam di kota Batu. Ini kali pertama aku mengikuti retreat.
Air mataku mengalir deras seperti hujan yang tak terbendung.
Mulutku sudah tidak bisa lagi menyanyi. Kasih Allah seakan melingkupiku. Tersadar
betapa berdosanya diri ini dan Allah mau mengampuniku. Aku memutuskan untuk menyerahkan
hidupku kepada Tuhan. Setiap rangkaian acara Youth Camp kala itu dipakai Tuhan untuk membawaku kembali
kepada-Nya.
2010
Umurku sudah 17 tahun dan selama setahun belakangan bisa
dibilang, aku menjalani hidup yang berbeda dari sebelumnya. Aku merasa bersalah
tiap kali melakukan dosa, seperti mencontek misalnya. Aku putus dengan pacarku
yang berbeda agama. Aku tidak bisa melewatkan waktu teduh sehari pun. Kurasa,
inilah yang dinamakan cinta mula-mula. Aku mengikuti Youth Camp kembali di tahun ini.
“Noni, tadi kamu maju ya waktu altar call?” Tanya seseorang di antara segerombolan gadis yang
sedang duduk di sudut kamar. Ada sekitar 5 orang teman sekamarku saat itu.
“Iya, kenapa?” jawabku sambil menghampiri mereka. Aku
tersenyum menatap mata mereka yang bengkak karena menangis.
“Itu tadikan panggilan untuk yang mau jadi hamba Tuhan.”
Kata gadis itu lagi. Aku tertegun mendengarnya. Oh ya? Aku tidak menyadarinya. Entah mengapa tadi aku bisa tergerak
maju ke depan untuk didoakan. Aku terduduk diujung ranjang. Hamba Tuhan? Bagaimana mungkin? Aku tidak mau! Tuhan, yang tadi itu aku pasti melakukan kesalahan.
2011
Aku adalah seorang mahasiswa di Universitas Jember. Beberapa
waktu lalu seorang teman dekatku bercerita bahwa dirinya bergabung dalam KTB
(Kelompok Tumbuh Bersama) aku yang sangat berminat dengan semua kegiatan yang
berbau kerohanian, langsung tertarik dan ingin bergabung juga di dalam KTB.
Kulangkahkan kaki dengan mantap di gedung gereja dan
menghampiri seorang kakak bernama Kak Kartini. Aku menepuk pundaknya dari
belakang, “Halo kak.” Sapaku kepadanya. Dia menoleh ke arahku dengan sedikit
kebingungan, “Halo...” balasnya.
“Kakak yang ngurusin KTB itu ya, di kampus?” Tanyaku dengan
mata yang antusias.
“Oh iya, dek. Kenapa ya?”
“Aku mau gabung di KTB. Apa boleh kak?” Kak Kartini tertegun
sambil menatapku, “Oh ya, bisa kok. Namamu siapa?” Setelah berkenalan dan
bertukar nomor handphone, kami pun
berpisah.
Beberapa hari kemudian aku dan kak Kartini bertemu di sebuah
kafe di dekat kost kami, banyak hal yang kami bicarakan. Termasuk kepastian
keselamatan yang aku miliki. Saat itu, meski aku tahu bahwa sudah diselamatkan
oleh Yesus Kristus, namun aku masih menganggap perbuatan baik juga perlu supaya
bisa diselamatkan.
2016
Tidak pernah terlintas dibenakku untuk menjadi seorang hamba
Tuhan. Kejadian altar call di tahun
2010 lalu kuanggap sebagai kesalahanku yang maju tanpa tahu bagaimana instruksi
saat itu. Nampaknya, aku maju karena terbawa emosi saja.
Setelah lulus di tahun 2015 aku bekerja sebagai seorang
desainer dan fotografer di salah satu studio foto di Surabaya. Aku juga terlibat
di pelayanan siswa di Surabaya, setiap Jumat aku melayani di salah satu sekolah
yang kebetulan sangat dekat dengan studio foto tempat aku bekerja. KNM 2016
akan segera berlangsung. Bersyukur bosku memberi izin untuk bisa mengikutinya. “Dipenuhi
Roh, Bergerak Bagi Misinya” tema KNM kala itu.
Cuaca kota Batu yang dingin tidak meredupkan kehangatan
dalam hatiku. Sesi demi sesi sungguh berhasil membuat api berkobar dalam
diriku. Api semangat untuk memberitakan Injil. Pada saat Malam Budaya dan Doa,
ketika setiap orang disarankan untuk memakai atribut adat dan kami berdoa
mengelilingi peta-peta daerah yang ada di dalam ruangan. Hatiku sungguh hancur
mengetahui banyak daerah yang belum terlayani. Selesai acara ketika setiap
orang sibuk berswafoto, aku tidak kuasa untuk terus menangis dan berdoa tentang
kondisi yang ada. Aku pun memilih untuk menyendiri di kamar dan menangis berdoa
kepada Tuhan.
Ada beban yang Tuhan taruh di hatiku. Aku berusaha untuk
terus menyangkalnya. Saat itu aku tahu bahwa Tuhan menyuruhku untuk pergi,
melayani Dia penuh waktu. Namun aku terus menolak dan itu menimbulkan kesedihan
yang tak terkatakan.
Tiba saatnya untuk menulis lembar komitmen. Dengan terus menolak
suara Tuhan di hatiku, aku menulis mau menjadi berkat di bidang fotografi. Aku
mau membuat usaha studio foto dan memberi bagi pekerjaan Tuhan, bukan menjadi
pekerja penuh waktu. Bahkan saat altar
call, aku tidak maju dan berdiri saja di tempat dudukku. Saat itu aku tahu
seharusnya aku maju.
Nyatalah bahwa Tuhan jauh lebih berkuasa, bagaimana pun aku
berusaha untuk lari, Dia terus menungguku untuk menyerahkan diri dipakai
oleh-Nya sebagai pelayan penuh waktu. Sebelum kembali ke kota Surabaya, aku
berkata YA pada Tuhan. Bukan ketika di altar
call, tapi di toilet sport hall
Jambuluwuk hotel.
2021
Tidak terasa sudah 4 tahun lebih aku melayani di kota
Banyuwangi sebagai staf siswa Perkantas. Bukan waktu yang mudah namun ada
sukacita yang besar ketika aku memenuhi panggilan Tuhan bagi hidupku ini.
Setiap persoalan, tantangan, dan penderitaan menjadi pengalaman yang indah
bersama dengan Tuhan. Seorang gadis yang awalnya membenci Tuhan karena telah
‘mengambil’ Mamanya diusianya yang ke-13 tahun, siapa sangka saat ini gadis itu
tumbuh dewasa dan memuridkan para siswa.
“Jadilah seseorang yang kamu butuhkan ketika kamu berusia remaja,
bagi generasi ini.” Itu kalimat yang Tuhan taruh di hatiku. Sewaktu siswa dulu
aku tidak dimuridkan, bahkan aku tidak memiliki sahabat seiman. Kini aku
menjadi orang yang aku butuhkan sewaktu aku remaja. Semuanya hanya karena Tuhan
dan untuk kemuliaan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ada saran atau kesan? Senang bisa berbagi pikiran :)